A. KARAKTERISASI FISIK
Karakteristik fisik buah merah (Pandanus
conoideus Lamk) secara umum yaitu chepalium buah merah terdiri dari sebuah
tubular yang berbentuk segitiga silindris, dan berwarna kuning terang sampai
merah tua dengan panjang 42-70 cm (100-110 cm), dan 9,6-11 cm dengan diameter
lingkar ( 30-34,5 cm), yang kemudian didalam chepalium terdapat pedicel putih;
dan disusun oleh banyak orang buah tunggal (drupa). Drupa atau buah tunggal
memiliki bentuk segitiga dengan pericarp (lapisan buah tunggal) dan mengandung
lemak (pulp) kuning atau merah yang disekitar biji. Dari 23 klon buah merah yang di teliti, 9 klon buah merah diantaranya tidak
diteliti ukuran dan bentuk buah hanya warna buah. Klon dengan warna yang
berbeda hanya satu yaitu Menjib rumbai berwarna kuning sedangkan yang lainnya
berwarna merah hingga merah tua. Klon buah merah Hityom dari Manokwari dan Tawi
Ugi dari Jayawijaya memiliki panjang buah dan ukuran drupa masing-masing 76
cm - 1,8 cm dan 75 cm - 1,6 cm. Sedangkan klon yang memiliki panjang buah dan
ukuran drupa kurang dari 42 cm adalah Memiwuk
yang berasal dari Teluk Bintuni yaitu 21 cm – 1,7 cm. (Waluyo et al 2007 dalam Murtiningrum et al.,2013)
Gambar Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) Photo : Doc Pribadi |
Gambar isi buah merah (Chepalium) Photo : Doc Pribadi |
B. KARAKTERISASI FITOKIMIA
Analisis kandungan nutrisi dan fitokimia pada 16 klon buah merah adalah sebagai berikut : kadar abu (2,03-3,50%), protein
(3,12-6,48%), karbohidrat (43,86-79,66%), vitamin C (3.78- 21.88 mg/100g) vitamin B1
(0.97-3.14 mg/100g) Kalsium (0.53-1.11%), Zat Besi,( 8.32-123.03%,), Fosfor
(0.01-0.33%), total karotenoid (333-3309 ppm) dan total tokoferol (964-11918
ppm). Sedangkan pada 9 klon buah merah memiliki kandungan nutrisi dan fitokimia adalah sebagai berikut: kadar air (0,07-0,18%), asam lemak bebas (asam oleat) (4,3-9,2 %), angka peroksida (0,36-0,84 meg/kg), angka yodium 79-85,5 g/100 g). fosfor (37-374 ppm). α –cryptoxanthin (5,4-138,5 ng/mg). β-cryptoxanthin, (3,9-29,4 ng/mg). α – karoten (3,5-80,0 ng/mg ) dan β – karoten (50,8-118,0 ng/mg). Standar SNI yang diijinkan yaitu 0,5 % kadar air yang lebih dari pada 0,5 % dapat menyebabkan reaksi hidrolisis yang menyebabkan minyak rusak, ditandai dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas (Ngando et Al. , 2006 dalam Zarungallo Z. L et al 2016)
Asam lemak bebas atau FFA yang di teliti merupakan asam oleat. Tingkat FFA yang tinggi di minyak buah merah mengindikasikan terjadinya hidrolisis minyak, yaitu, putusnya ikatan ester antara asam lemak dan gliserol untuk menghasilkan FFA. Hidrolisis dapat dipicu oleh adanya aktivitas lipase air dan buah internal (Ngando et al., 2006), pada proses pasca panen dan selama proses ekstraksi minyak. Perbaikan pasca panen penanganan buah merah sangat dibutuhkan. Selanjutnya, Sarungallo Z.L 2016. menyatakan perbedaan dalam persentase FFA di minyak buah merah mungkin juga dipengaruhi oleh perbedaan klon dan kematangan buah. Kemudian angka peroksida perlu diukur dan diketahui dalam rangka mengukur oksidasi lemak sedangkan dan angka yodium di teliti untuk indikasi asam lemak tak jenuh.
Klon buah merah monsmir yang memiliki kandungan lemak yang tinggi yaitu (30.72%) dibandingkan klon buah merah lain. Hal ini dikuatkan dengan pelaporan Budi dan Paiman 2004 dalam Murtiningrum et al 2012, yaitu diperlukan suhu 23-33o C untuk menanam tanaman buah merah dan di daerah dengan kelembaban cukup. Monsmir berasal dari dataran rendah Kecamatan Merdey, Teluk Bintuni yang memiliki temperatur suhu 27,4 C dan kelembapan cukup untuk pertumbuhan sehingga memiliki kadar lemak tinggi. Selain lemak kandungan vit C, vit B1,Zat besi, fosfor, kalsium, total karotenoid dan total tokoferol juga menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan klon buah merah dataran tinggi.
C. METODE EKSTRAKSI
Asam lemak bebas atau FFA yang di teliti merupakan asam oleat. Tingkat FFA yang tinggi di minyak buah merah mengindikasikan terjadinya hidrolisis minyak, yaitu, putusnya ikatan ester antara asam lemak dan gliserol untuk menghasilkan FFA. Hidrolisis dapat dipicu oleh adanya aktivitas lipase air dan buah internal (Ngando et al., 2006), pada proses pasca panen dan selama proses ekstraksi minyak. Perbaikan pasca panen penanganan buah merah sangat dibutuhkan. Selanjutnya, Sarungallo Z.L 2016. menyatakan perbedaan dalam persentase FFA di minyak buah merah mungkin juga dipengaruhi oleh perbedaan klon dan kematangan buah. Kemudian angka peroksida perlu diukur dan diketahui dalam rangka mengukur oksidasi lemak sedangkan dan angka yodium di teliti untuk indikasi asam lemak tak jenuh.
Klon buah merah monsmir yang memiliki kandungan lemak yang tinggi yaitu (30.72%) dibandingkan klon buah merah lain. Hal ini dikuatkan dengan pelaporan Budi dan Paiman 2004 dalam Murtiningrum et al 2012, yaitu diperlukan suhu 23-33o C untuk menanam tanaman buah merah dan di daerah dengan kelembaban cukup. Monsmir berasal dari dataran rendah Kecamatan Merdey, Teluk Bintuni yang memiliki temperatur suhu 27,4 C dan kelembapan cukup untuk pertumbuhan sehingga memiliki kadar lemak tinggi. Selain lemak kandungan vit C, vit B1,Zat besi, fosfor, kalsium, total karotenoid dan total tokoferol juga menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan klon buah merah dataran tinggi.
C. METODE EKSTRAKSI
Metode analisis dengan ekstraksi kering panas dan perlakuan tekanan tinggi
yang dapat menyebabkan degradasi karoten. Menurut Knockaert et al yang dikutip oleh Sarungallo et
al.,2015, dengan sistem ikatan ganda terkonjugasi membuat karoten juga sangat
rentan terhadap isomerisasi dan oksidasi oleh panas serta tekanan tinggi dan
pengolahan mekanis seperti pencampuran atau homogenisasi selama pemrosesan.
Isomer cis dari β-karoten memiliki aktivitas provitamin A yang menurun dan
aktivitas antioksidan yang berubah. Untuk itu perlu adanya penanganan pasca
panen yang tepat agar kandungan karotenoid dapat terjaga kualitas dan
kuantitasnya.
Komponen utama dari karotenoid minyak buah merah dibandingkan dengan sumber
karotenoid lainnya α- dan β-karoten pada minyak buah merah lebih rendah dari
minyak sawit mentah (crude palm oil / CPO). CPO mengandung α-karoten 181-253,4
ng / mg dan β-karoten 272- 381 ng / mg (Sudram K et al dalam Sarungallo 2015) . Namun, minyak buah merah memiliki
kandungan α- dan β-karoten yang lebih tinggi daripada wortel, ubi jalar dan
jagung. Wortel mengandung α-karoten 25-49 ng / mg dan β-karoten 55-103 ng / mg
(Heinonen MI dalam Sarungallo 2015) sementara ubi jalar orange mengandung
α-karoten 3,8-9,0 ng / mg dan β-karoten 14,4-33,1 ng / mg (Liu SC et al., dalam Sarungallo 2015); dan termasuk
jagung mempunyai kandungan karotenoid β-cryptoxanthin 0,2727-0,23 ng / mg dan β-karoten
0,049-0,46 ng / mg (Parra CDL, et al
dalam Sarungallo 2015). Maka dapat dikatakan minyak buah merah mengandung
kandungan karotenoid yang tinggi dibandingkan bahan pangan lainnya walaupun
kandungan karotenoid dalam minyak sawit lebih tinggi. Hal ini merupakan nilai
tambah dari minyak buah merah karena tidak seperti minyak kelapa sawit yang akan
digunakan dengan cara dipanaskan lagi sehingga kandungan karotenoidnya akan
menurun minyak buah merah setelah di produksi akan langsung dikonsumsi sehingga
kemungkinan kehilangan kandungan karotenoid rendah.
Angka kandungan karotenoid yang
berbeda-beda untuk setiap klon buah merah. Penelitian ini dilakukan oleh Wada M
et al 2013, jumlah keempat karotenoid
dalam kisaran sebagai berikut; α- cryptoxanthins: 0.6 - 3.1 mg/100 g,
β-cryptoxanthins: .4 - 9.0 mg/100 g, α-
carotenes: 10.2 - 0.9 mg/100 g dan β-carotenes: 1.5 - 6.7 mg/100 g. Sampel
keempat atau yang disimbolkan D dari buah kuning tidak ditemukan karotenoid
atau tidak terdeteksi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sarungallo et al 2015 yang
menunjukkan kandungan karotenoid pada klon Pandanus
conoideus Lamk berwarna buah kuning (Menjib
rumbai) memiliki kandungan
karotenoid yang tinggi dibandingkan dengan klon Pandanus conoideus Lamk lainnya. Untuk itu diasumsikan bahwa dengan adanya
perbaikan atau modifikasi metode yang dilakukan oleh Sarungallo et al 2015 kandungan karotenoid pada
beberapa klon buah merah dapat di
deteksi.
Metode yang digunakan adalah analisis kromatogram
menggunakan HPLC yang terdiri dari Shimadzu LC-10ATvpchromatographic pumps
(Kyoto), a Develosil Combi RP-5 C30-column (50 x 4.6 mm, i.d., 5 μm, Nomura
Chemical,Tokyo), dan Shimadzu SPD-10 AV UV-VIS detector (Shimadzu), 7125
injector dengan sampel loop 20 μl. (Rheodyne, CA, U.S.A.). Sedangkan untuk fase
gerak terdiri dari (a) campuran acetonitrile dan water (80:20,v/v) mengandung
0.05% TEA dan (b) campuran dari acetonitrile, methanol and ethyl acetate
(68:5:27, v/v/v) mengandung 0.05% TEA. Pemisahan karotenoid dideteksi dengan
panjang gelombang 450 mn dan total waktu kromatografi adalah 45 menit dari 1
ml/min.
KESIMPULAN
1. 1 Klon buah merah yang telah diteliti sebanyak 23 klon
tersebar pada 6 kabupaten/kota yaitu Manokwari, Teluk Bintuni, Sorong Selatan,
Nabire, Jayawijaya, dan Jayapura.
2. 2 Setiap klon buah merah memiliki nama berbeda-beda yang
dinamakan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat secara turun temurun
diantaranya 10 klon dari Manokwari: Menjid Rumbai,
Edewewits, Memeri, Monsrus Monsor,
Hibcau Idebebcs, Hityom, Himbiak,
Hibnggok, 3 klon dari Teluk Bintuni: Monsmir,
Memyer, Memiwuk, 3 Klon dari Sorong selatan: U saem, U sauw, U aupat, 3 klon
dari Nabire: Tawi bilim, Tawi Muni,
Tawi Kubu, 3 klon dari Jayawijaya: Tawi
ugi, Tawi Magari, Tawi kenen,dan 1 klon
dari Jayapuran: Mbarugum,
3. 3 Setiap klon buah merah memiliki kandungan nutrisi dan
fitokimia yang berbeda yaitu kandungan tertinggi didapati pada klon yang
habitatnya didataran rendah yaitu Teluk Bintuni dan Nabire. Sedangkan untuk
fisik buah yang terbesar terdapat pada klon dengan habitat di dataran tinggi
yaitu Manokwari dan Jayawijaya.