Photo : Doc Pribadi |
Papua
merupakan kepulauan yang sangat kaya akan sumber daya alam hayati. Salah satu
tanaman yang telah dibudidayakan dan dimanfaatkan secara turun temurun sebagai
makanan yaitu buah merah (Pandanus
conoideus lamk). Buah merah digunakan pada kehidupan sehari-hari sebagai
penambah saus pada sayur-sayuran dan
sebagai suplement untuk menjaga daya tahan tubuh dan pengobatan penyakit
tertentu. Pandanus conoideus Lamk. dikenal dengan nama lokal yang
berbeda di Indonesia, seperti Pandan
Seran (Maluku), Saun (Seram), Sihu (Halmahera) sedangkan di Papua pada
umumnya dikenal dengan nama buah merah dan buah tawi. Stone BC (1982)
menyatakan Orang Papua Nugini juga menggunakan
buah merah sebagai makanan dan lebih dikenal sebagai Marita [1]
Seperti
halnya tanaman lain buah merah atau Pandanus
conoideus Lamk. memiliki berbagai jenis aksesi atau klon yang beragam,
namun tidak semua klon dapat dibudidayakan. Klon buah merah yang ditemukan
memiliki potensi untuk dikembangkan adalah 7 klon dari Manokwari yaitu 1 klon
di Masni (Idebebcs), 3 aksesi di
Minyambouw (Hityom, Himbiak, Hibnggok)
dan 3 klon dari Teluk Bintuni, Kecamatan Merdey, (Monsmir, Memyer, Memiwuk), kemudian juga 3 klon masing - masing
dari Sorong Selatan yaitu U saem, U sauw, U aupat, dari nabire (Tawi bilim, Tawi Muni, Tawi Kubu) dan dari Jayawijaya (Tawi ugi, Tawi Magari, Tawi kenen) jadi
secara keseluruhan totalnya ada 16 klon.[2]
Dari keenam
belas klon diatas dapat diketahui bahwa buah merah memiliki habitat yang
berbeda-beda mulai dari dataran tinggi (Jayawijaya) hingga dataran rendah
(Manokwari, Sorong Selatan, Teluk Bintuni dan Nabire). Hal ini menyebabkan
perbedaan konsentrasi kandungan nutrisi dan senyawa fitokimia dari buah merah
karena habitat pertumbuhan suatu tanaman dengan kadar intensitas
suhu,kelembapan yang berbeda dapat mempengaruhi kandungan nutrisi dan senyawa
fitokimia terdapat tanaman buah merah di tiap daerah tersebut. Berdasarkan penelitian Murtiningrum 2012, yang dikutip oleh Sarungallo et al., eksplorasi buah merah pada lima wilayah dari Papua (Manokwari, Bintuni, Sorong Selatan, Jayawijaya dan Nabire) telah mendaftarkan 85 kultivar dengan berbagai karakteristik fisik dan kimiawi dan komposisi buah merah. Dari 85 kultivar atau klon yang telah teridentifikasi baru sekitar 23 jenis yaitu Idebecs, Hibnggok, Hityom, Himbiak, Monsnir, Memyer, Mewiwuk, U Saem, U Sauw, U Aupat, Tawi Bilim, Tawi Muni, Tawi Kubu, Tawu Ugi,Tawi Magari Tawi Kenen seperti yang tercantum pada alinea sebelumnya. Kemudian juga 9 jenis buah merah yang diteliti oleh Sarugallo et al 2015, untuk melihat keberagaman kandungan fotokimia pada buah merah diantaranya Menjid rumbai, Edewewits, Memeri, Monsrus, Monsor, Mbarugum, Hityom, Himbiak, dan Hibcau.
Photo from journal Murtiningrum et al (2012) |
Selain
habitat buah merah, perbedaan kandungan nutrisi dan fitokimia juga dipengaruhi
tingkat kematangan dari masing-masing buah merah. Pada beberapa klon buah merah
terdapat perbedaan waktu panen sehingga dapat berakibat pada penurunan atau
peningkatan kandungan nutrisi dan fitokimia dalam buah merah. Santoso et al, (2011) yang dikutip oleh
Zarungallo menyatakan bahwa secara umum ada empat tahap pematangan buah setelah
pembentukan buah merah, yaitu belum matang, setengah matang, matang, dan terlalu
matang. Kemudian selama proses berlangsung dari pematangan, biji buah merah
(drupa) yang tertanam dalam empulur akan lebih merenggang dan mudah dipisahkan,
dengan tekstur selembut daging, sehingga memudahkan memar akibat cedera fisik
dan rentan untuk kerusakan kimia (hidrolisis dan oksidasi). [3]
Untuk itu
diperlukan penanganan pasca panen yang baik dan benar agar kandungan nutrisi
dan fitokimia tetap terjaga. Buah merah (Pandanus
conoideus Lamk.) setelah masa panen secara tradisional dan menggunakan alat
sederhana sering diolah dan dimanfaatkan untuk makanan ataupun dipanaskan dan
diambil minyak buah merah/Red Fruit Oil
(RFO). Untuk menjaga kualitas RFO
maka perlu diperhatikan beberapa hal seperti kadar air, kadar abu, asam lemak
bebas/ free fatty acid (FFA), karbohidrat, protein, vitamin C,
fosfor kalsium total karotenoid, dan total tokoferol dalam buah merah.
Kualitas RFO
yang baik juga dipengaruhi oleh kandungan senyawa aktif yang terdapat
didalamnya. Menurut penelitian Surono et al., (2008) yang
dikutip Zarungallo, RFO mengandung β-karoten dan a-tokoferol sehingga RFO
punya potensi sebagai sumber alternatif karotenoid dan tokoferol.[4]
Telah diketahui bahwa karotenoid dan tokoferol merupakan sumber antioksidan
yang sangat bermanfaat bagi tubuh untuk menangkal berbagai penyakit. Dutta D et al (2005) dan Ball G.M.F. (2000) yang
dikutip oleh Roreng M,K, karotenoid dapat mencegah beberapa penyakit
degeneratif dan kronis seperti hiperkolesterolemia dan penyakit jantung yang
disebabkan oleh Aktivitas antioksidan karotenoid yang mampu menghambat radikal
bebas. senyawa β-karoten adalah karotenoid utama dengan aktivitas provitamin A
yang berfungsi untuk kesehatan mata, diferensiasi jaringan, reproduksi, dan
imunitas. [5]
Pemanfaatan
RFO sebagai makanan fungsional yang essensial bagi tubuh merupakan langkah
tepat karena terdapat aktivitas senyawa fitokimia seperti yang dikemukakan
sebelumnya. Aktifitas ini mempunyai nilai tambah karena selain kaya akan
manfaat kesehatannya juga didapatkan dengan pengolahan yang sangat mudah yaitu
dipanaskan dan kemudian diambil minyak buah merah atau RFO. Namun pengolahan
secara sederhana ini mempunyai kelemahan diantaranya tidak diketahui berapa
banyak senyawa aktif yang didapatkan jika mengkonsumsi RFO. Untuk itu dilakukan
penelitian dengan menggunakan metode-metode ekstaksi agar dapat mengetahui
tingkat kandungan senyawa fitokimia dalam RFO.
Untuk
mendapatkan ekstrak buah merah yang mengandung banyak senyawa fitokimia maka
digunakan metode maserasi dengan pelarut non polar seperti heksana dan
kloroform yang dilaporkan beberapa peneliti antara lain Zarungalo Z. L, Rohman
A dan Arumsari N. dengan mengadopsi metode yang telah dilakukan oleh Folch et
al. (1957). [6] [7]
[8]
Setelah mengetahui kandungan senyawa fitokimia peneliti juga meneliti mengenai
kandungan nutrisi dalam buah merah. Kandungan nutrisi ini berkaitan dengan
penanganan pra panen dan pasca panen yang benar karena membutuhkan timing yang
pas. Kandungan nutrisi dalam setiap makanan tentu memiliki kerentanan dan
resiko kehilangan nutrisi masing-masing.
TO BE CONTINUED
Referensi :
[1]
Zarungallo Z.L. 2015, Analysis of α-cryptoxanthin, β-cryptoxanthin,
α -carotene, and β-carotene of Pandanus conoideus oil by high-performance liquidchromatography
(HPLC) Procedia Food Science 3 ( 2015 ) 231 – 243, Science Direct, Pg. 232.
[2]
Murtiningrum et al, 2012, The Exploration And Diversity
Of Red Fruit (Pandanus Conoideus L.)
From Papua Based On Its Physical Characteristics And Chemical Composition
Bio
Diversitas ISSN: 1412-033X
Volume 13, Number 3, July 2012, Pg. 126
[3]
Zarungalo Z.L et al 2016, Nutrient content of three clones of red fruit
(Pandanus conoideus) during the
maturity development. International Food Research Journal 23(3):
1217-1225 (2016) Pg. 1217.
[4] Zarungallo Z.L et al., 2015, Characterization of Chemical Properties,
Lipid Profile, Total Phenol and Tocopherol Content of Oils Extracted from Nine
Clones of Red Fruit (Pandanus
conoideus Lamk), dalam
Kasetsart Journal - Natural Science · August
2015 Pg. 238.
[5]
Roreng M.K. et al., 2014 Carotenoids From Red Fruit (Pandanus Conoideus Lam.) Extract Are
Bioavailable : A Study In Rats, IOSR Journal Of Pharmacy Volume 4, Issue 2
(February 2014), Pg. 11.
[6] Zarungallo Z.L. Analysis of α-cryptoxanthin, β-cryptoxanthin,
α -carotene, and β-carotene of Pandanus conoideus oil by high-performance liquidchromatography
(HPLC) Procedia Food Science 3 ( 2015 ) 231 – 243, Science Direct, Pg. 233
[7] Rohman, A., et al 2012, Characterizaton of red fruit (Pandanus conoideus Lam) oil, International Food Research
Journal 19(2): 563-567 (2012) Pg.
264
[8] Arumsari N. 2013, Some Physico-chemical Properties of Red
Fruit Oil (Pandanus Conoideus Lam) from Hexane and Chloroform Fraction,
J.Food Pharm.Sci. 1 (2013) Pg. 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar